Kisah Sayyid Ustman: Penasihat Ratu Kalinyamat dalam Tradisi Jembul Tulakan

Daftar Isi
Kisah Sayyid Ustman: Penasihat Ratu Kalinyamat dalam Tradisi Jembul  Tulakan

Setiap hari Senin pahing, bulan (Jawa) Apit, desa Tulakan, kecamatan Donorojo, kabupaten Jepara selalu mengadakan upacara adat sedekah bumi. Sedekah bumi itu sendiri adalah sebagai perwujudan upacara syukur masyarakat desa Tulakan bahwa dalam kurun waktu setahun yang lalu dianugrahi keselamatan, ketentraman, dan hasil bumi melimpah, yang mencukupi kehidupan masyarakat desa Tulakan.

Dalam upacara adat sedekah bumi tersebut, diadakan upacara Jembul yang dipusatkan di kediaman Petinggi (kepala desa). Ada empat buah jembul yang dibawa dari empat kamituan. Yaitu : kamituwan Krajan, kamituwan Ngemplak, kamituan Winong, dan Kamituan Drojo. 

Di puncak masing-masing jembul tersebut ditempatkan boneka kayu (golek) tokoh-tokoh yang menyertai Ratu Kalinyamat ketika bertapa di lembah Siti Wangi, dukuh Sonder, desa Tulakan untuk memohon keadilan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kematian suaminya (Sultan Hadirin) yang dibunuh oleh Arya Penangsang. “Golek” yang di tempatkan di puncak maisng-masing jembul tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Golek Sebagai gambaran Sayyid Ustman, ditempatkan di puncak jembul kamituawan krajan.
  2. Golek sebagai gambaran Ki Suta Mangunjaya, ditempatkan di puncak jembul Ngemplak.
  3. Prajurit-prajurit sebagai gambaran dari para prajurit pengawal Ratu Kalinyamat, ditempatkan di puncak jembul Winong.
  4. Golek sebagai gambaran ki Leseh, ditempatkan di puncak jembul kamituwan Drojo.

Foto Prosesi Jembul Tulakan

Didalam bab ini penulis hanya menyajikan salah satu golek dari keempat jembul tersebut, yaitu golek yang berada di puncak jembul Krajan. Golek tersebut adalah golek sebagai gambaran Sayyid Ustman.

Sayyid Ibrahim Asmaraqandi

Sayyid Ustman adalah cucu dari Sayyid Ibrahim Asmaraqandi (yang sering diziarahi pada waktu wisata religi ke makan walisongo). Sayyid Ibrahim Asmaraqandi juga sering disebut dengan Maulana Ibrahim Asmara. Beliau adalah seorang mubaligh dari Arab, yang merantau sampai ke Negeri Campa untuk menyebarkan Agama Islam.

Maulana berhasil mengIslamkan raja Campa, yang bernama Kuntara, bahkan kemudian dinikahkan dengan putrinya yang kedua yaitu Dewi Candrawulan. Adapun putri pertama dari raja Campa tersebut dinikahkan dengan Prabu Kertajaya (kerta Wijaya) atau Brawijaya, raja Majapahit. Putri tersebut bernama Darawati Murdaningrum.

Menurut silsilah, Maulana Ibrahim Asamara adalah keturunan ke 59 dari Nabi Adam a.s. turunan ke 39 dari Nabi Ibrahim a.s. dan turunan ke 8 dari Nabi Muhammad s.a.w.

Setelah beberapa waktu berada di Campa, Maulana Ibrahim Asmara bersama istrinya melanjutkan perjalanan dakwahnya ke tanah Jawa. Berliau mendarat di Suarabaya dan menyebarkan agama Islam di wilayah tersebut.

Maulana Ibrahim Asamra dengan Dewi Candrawulan berputra 3 orang yaitu:

  1. Raja Pandita (Sayyid Rojo Pandito)
  2. Raden Rahmat (yang kemudian bergelar Sunan Ampel)
  3. Siti Zaenab

Raja Pandita berputra 3 orang, yaitu :

  1. Hadji Ustman (Sayyid Ustman)
  2. Ustman Haji (Sunan Ngudung)
  3. Nyai Gede Tondo

Raden Rahmat yang kemudian bergelar Sunan Ampel menikah dengan Dewi Candrawati dan berputra 5 orang, yaitu :

  1. Siti Syari’ah
  2. Siti Muthmainah
  3. Siti Hafsah
  4. Raden Ibrahim
  5. Raden Qosim. Beliau kemudian bergelar Sunan Drajat.

Karena  Maulana Ibrahim Asmara merasa sudah tua, sudah kurang kuat untuk melakukan dakwah mengembangkan agama Islam, kemudian, ditunjuknya Raden Rahmat untuk melanjutkan dakwahnya. Pesantren yang dikelolanya diserahkan kepada Raden Rahmat.

Adapun maulana Ibrahim Asmara kemudia meninggalkan kediaman dan pesantrennya, bermukim di tempat yang jauh dari keramaian. Tempat bermukim yang dipilihnya adalah sebuah tempat yang sunyi dan tenang, sampai beliau wafat dan dimakamkan di tempat bermukim itu juga.

Demikianlah, pesantren yang kemudian dikelola oleh Raden Rahmat makin lama semakin banyak santrinya. Tidak hanya berasal dari Jawa saja, tetapi banyak yang berasal dari daerah-daerah lain, bahkan dari negeri sebrang Pesantren tersebut kemudian diberi nama Pesantren Ampeldento dan Raden Rahmat bergelar : Sunan Ampel. Ketiga putra Raja Pandito, yaitu Haji Ustman, Ustman Haji dan Nyai Gede Tondo, semuanya berguru di Pesantren Ampeldento. Berguru kepada pamannya sendiri, Sunan Ampel.

Silsilah Sayyid Ustman

Di depan telah diceritakan bahwa ketiga putra Raja Pandita (kakak raden Rahmat), berguru di Pesantren Ampeldento, pesntren yang dikelola oleh Raden Rahmat yang kemudia bergelar Sunan Ampel. Hadji Ustman kemudia dinikahkan dengan putri sulung  Sunan Ampel, yaitu Siti Syari’ah. Dari perkawinan tersebut mendapat seorang putra yang bernama Amir Hasan.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah skema silsilah Hadji Ustman (yang kemudian terkenal dengan sebutan Sayyid Ustman).

 

silsilah Sayyid Ustman Mandalika


silsilah Sayyid Ustman Mandalika


silsilah Sayyid Ustman Mandalika


silsilah Sayyid Ustman Mandalika

Runtuhnya Majapahit

Setelah Raden Patah bertemu dengan ayahnya kerta wijaya (Brawijaya V) Majapahit, maka oleh Kerta Wijaya, Raden Patah dijadikan adipati di Demak Bintoro. Di kadipaten Demak Bintoro, Raden Patah juga mendirian pesantren untuk berdakwah dan mengembangkan agama Islam sekaligus mengemalkan ilmu agama yang didapat selama berguru di Pesantren Ampeldento, berguru kepada Sunan Ampel.

Semakin lama santrinya semakin banyak, sehingga beliau sangat sibuk dan tidak sempat mengahadiri “pisowanan” di Krajaan Majapahit. Hal tersebut menimbulkan fitnah, bahwa Raden Patah “mbalelo” terhadap ayahnya, yang berarti tidak setia kepada Raja Majapahit. Karena termakan fitnah tersebut, Prabu Kerta Wijaya memerintahkan untuk menyerang Kadipaten Demak Bintoro. Berangkatlah hampir semua kekuatan prajurit Majapahit untuk menyerang Demak Bintoro, sehingga kerajaan Majapahit hanya dijaga oleh beberapa prajurit saja.

Hal tersebut diketahui oleh para adipati jajahan Majapahit, bahwa Keajaan Majapahit dalam keadaan lemah, karena sebagian besar prajuritnya berangkat menyerang Kadipaten Demak Bintoro. Memang sudah agak lama para adipati tersebut ingin memisahkan diri dari kekuasaan Kerajaan Majapahit. Kesempatan lemahnya Kerajaan Majapahit tersebut, tidak disia-siakan ole mereka. Mereka bersiap-siap untuk menyerang Majapahit.

***

Adapun Kadipaten Demak Bintoro adalah kadipaten yang memiliki prajurit yang kuat. semua santri yang menuntut ilmu di pesantren Demak Bintoro selain menguasai ilmu agama Islam, juga menguasai ilmu bela diri, ilmu berperang, dan ilmu kesaktian yang diajarkan oleh dua orang wira tamtama kadiapten Demak, yaitu Sunan Ngudung dan Sunan Kudus.

Sunan Ngudung adalah Ustman Haji, putra Raja Pandita, adik kandung Sayyid Ustman, yang juga berguru kepada Sunan Ampel di Pesantren Ampeldento. Oleh Sunan Ampel, Haji Ustman dan Ustman Haji dikirikan ke Kadipaten Demak Bintoro. Haji Ustman bertugas sebagai ustadz yang mengajar di pesantren. Dan Ustman Haji bertugas sebagai wiratamtama yang memimpin prajurit Kadipaten demak Bintoro. Ustman Haji kemudia bergelar Sunan Ngudung.

Penyerangan oleh prajurit Majapahit gagal. Prajurit Majapahit dikalahkan oleh prajurit Demak Bintoro. Mereka melarikan diri kembali ke mjapahit. Prajurit Demak Bintoro tidak membiarkan pelarian tersebut, prajurit yang melarikan diri terus dikejarnya. Pengajaran tersebut memang atas perintah Raden, karena Raden Patah khawatir Majapahit diserang oleh kadipaten-kadipaten lain yang ingin melepaskan diri dari kekuasan Majapahit.

Apa yang dikhawatirkan Raden Patah ternyata benar. Setibanya prajurit Demak diperbatasan Kerajaan Majapahit, ternyata keraton Majapahit telah berhasil diduduki oleh salahsatu kadipaten yang menyarang Majapahit. Prabu Brawijaya V telah lari meninggalkan keraton bersama keluarga dan pengikut-pengikutnya. Pengikut-pengikut setia Prabu Brawijaya V ialah orang-orang Majapahit yang tidak mau memeluk agama Islam. Mereka masih memleluk agama Hindu. Dalam pelarian tersebut. Dibawa serta pula benda-benda pelarian pusaka kerajaan Majapahit. Dikisahkan bahwa pelarian mereka sampai di pulau Bali dan kemudian membaur dengan penduduk asli pulai Bali yang juga pemeluk agama Hindu yang kuat.

Prajurit Demak Bintoro yang sudah sampai diperbatasan Kerajaan Majapahit, pantang untuk kembali ke Demak Bintoro, penyerangan diteruskan, menyerang kadipaten yang telah berhasil menduduki keraton Majapahit. Singkat cerita prajurit Demak Bintoro berhasil mengalahkan kadipaten yang menduduki keraton Majapahit. Banyak prajurit yang menyerah dan ditawan oleh prajurit Demak Bintoro. Adapun yang melarikan diri, tidak mau menyerah, dibiarkan lari, tidak dikejar.

Demikianlah, Majapahit runtuh. Semua tawanan dibawa ke Demak Bintoro. Semua dimasukkan dipesantren dan akhirnya mereka sadar, dengan kehendak hati sendiri, tanpa paksaan, mereka semua memeluk agama Islam.

Beberapa benda keraton Majapahitada yang dibawa ke Demak Bintoro, antara lain tiang-tiang pendopo kerajaan yang kemudian dijadikan tiang pendopo Majid Agung Demak.

Kerajaan Demak Bintoro

Keruntuhan kerajaan Majapahit ditandai dengan “Candrasengkala” : Sirna Hilang Kertaning Bumi. Artinya adalah tahun 1400 tahun Saka, atau tahun 1478 tahun Masehi. Kemudian berdirilah kerajaan Demak Bintoro, sebagai kerajaan Islam yang pertama di Jawa.

Demak Bintoro yang tadinya adalah sebuah kadipaten, dibawah kekuasan Majapahit, dengan runtuhnya kerajaan Majapahit, jadilah sebuah kerajaan Islam. Oleh para wali, Raden Patah dinobatkan selaku Raja Demak Bintoro, dengan gelar Sultan Fatah. Dengan demikian kerajaan Demak Bintoro berubah menjadi kesultanan Demak Bintoro, yang dikepalai oleh seorang sultan.

Karena kesibukan mengatur pemerintah sebuah kesultanan, Sultan Fatah tidak sempat lagi megelola secara penuh pesantrennya. Pengelolaan dan pengasuhan pesantren tersebut kemudian diserahkan kepada Haji Ustman. Masyarakat Demak Bintoro dan para santri, menyebut Haji Ustman dengan sebutan dan panggilan Sayyid Ustman. Dan pesantrennya disebut Pesantren Glagah Wangi.

Sultan Fatah mempunyai istri bernama Dewi Murtasimah (Putri Sunan Ampel dari istri Dewi Karimah, putri Ki Kembang Kuning), da mempunyai lima putra, yaitu :

  1. Pangeran Purba (Adipati Unus)
  2. Pangeran Trenggono
  3. Pangeran Surawijaya (Pangeran Sekar Sedalepen)
  4. Raden Gendurukan
  5. Dewi Ratih.

Sultan Fatah tidak lama memrintah kesultanan Demak Bintoro. Setelah wafat, Sultan Fatah digantikan oleh putranya, Adipati Unus. Adipati Unus juga tidak lama menjadi sultan di Demak Bintoro. Setelah wafat beliau digantikan oleh adiknya, yaitu Sultan Trenggono.  

Ratu kalinyamat

Sultan Trenggono adalah sultan Demak Bintoro yang ketiga. Adapun pesantren Glagah Wangi , masih dibawah asuhan Sayyid Ustman. Sultan Trenggono menikah dengan Rara Pembayun. Dari pernikahan tersebut Sultan Trenggono dikaruniai 11 putra, yang terdiri dari 6 laki-laki dan 5 perempuan.

Putra ketiga dari 11 putra tersebut adalah seorang puteri yang bernama Retno Kencono. Retno Kencono adalah seorang gadis yang sangat cantik, cerdas , mempunyai ilmu bela diri tingkat tinggi dan memiliki pula ilmu kanuragan yang mumpuni, disamping ilmu Agama Islam yang kuat sebagai murid Sunan Kudus.

Oleh karena kecerdagan dan ketinggian ilmunya itulah, meski Retno Kencono seorang putri, beliau diangkat oleh ayahnya menjadi Adipati di Kadipaten Jepara. Menurut cerita, kadipaten Jepera berada di Kalinyamatan (sekarang). Karena domisilinya di Kalinyamatan itulah, Retno Kencono kemudian bergelar Ratu Kalinyamat. Untuk kegiatan dakwah dan pengembangan agama 1slam di Kadipaten Jepara, Sultan Trenggono menugaskan Sayyid Ustman. Sayyid Ustman Juga diangkat sebagai penasihat adipati Ratu Kalinyamat.

Suatu hari, datanglah dipesantren Sunan Kudus seorang pemuda yang berwajak tampan , memonon untuk berguru kepada Sunan Kudus, atas perintal Sultan Trenggono.Pemuda tersebut bernama Toyib. Toyib adalah putera Sultan Aceh Ibrahim, yang bergelar Sultan Mukhayat Syah. Toyib diutus oleh ayahnya, berguru Ilmu agama dan ilmu pemerintahan di Kasultanan Demak Bintoro. Oleh Sultan Trenggono, Sultan Demak Bintoro yang ketiga, Toyib disuruh berguru ke pada Sunan Kudus. Demikianlah awal kedatangan Toyib di pesantren Sunan Kudus.

Setelah berguru di pesantren Sunan Kudus beberap tahun lamanya, ternyata selain tampan, Toyib adalah pemuda yang cerdas, bijaksana dan sangat berani. Dalam waktu singkat ilmu agrma Islam yang luas dan mendalam telah dikuasainya. Sultan Trenggono sangat berkenan hatinya terhedap Toyib. Kemudian atas per setujuan Sunan Kudus , Toyib dinikahkan dengan Retno Kencono atau Ratu Kalinyamat. Toyib kemudian diberi gelar Pangeran Toyib.

Setelah pernikahannya dengan Pengeran Toyib , kekuasaan Kadipaten Jepera oleh Ratu Kalinyamat diserahkan kepada suaminya, yang kemudian bergelar Sultan Hadirin. Sayang sekali, pernikahan Ratu Kalinyamet dengan Sultan Hadirin tidak berlangasung lama. Belum tuntas masa bulan madunya, kakak Ratu Kalinyamat , yaitu pangeran Mukmin yang bergelar Sunan Prawoto, meninggal dunia bersama istrinya karena dibunuh oleh Arya Penangsang, adipati Jipang Panolan. Sunan Prawoto meninggalkn dua orang putri yang masih kanak-kanak, Semangkin dan Prihatin. Kedua putri yang sekarang monjadi yatim piatu. Betapa sedih hati Ratu Kalinyamat. Bersama suaminya Sultan Hadirin, beliau menghadiri pemakaman Sunan Prawoto.

Seteleh beberapa hari tinggal di kediaman Sunan Prawoto, Ratu Kalinyamat bersama suaminya dengan membawa serta ke dua keponakannya yang sudah yatim piatu, Semangkin dan Prihatin, pulang ke Kadipaten Jepara. Mereka terlebih dahulu singgah di kediaman Sunan Kudus untuk mohon keadilan atas terbunuhnya Sunan Prawoto beserta istrinya, oleh Arya Penangsang.

Betapa kecewa hati Ratu Kalinyamat, ternyata bukan keadilan yang didapat, tetapi menurut penilaian Ratu Kalinyamat, bahkan Sunan Kudus memihak Arya Penangsang. Dengan membawa rasa kecewa, ditinggalkannya pesantren Sunan Kudus, pulang ke Kadipeten Jepara bersama suami tercinta dan dua gadis kecil, keponakannya.

Dalam perjalanan dari Kudus menuju Jepara itulah, mereka dihadang olek orang-orang suruhan (soreng-soreng) Arya Penangsang.  Terjadilah perkelahian antara "soreng-soreng" dalam jumlah besar dengan Sultan Hadirin. Sedangkan Ratu Kalinyamat melindungi kedua keponakannya supaya tidak dibunuh oleh soreng-soreng Arya Penangsang 1tu. Sesakti apapun seorang Sultan Hadirin, melawan berpulun-puluh soreng-soreng yang sudah sangat terlatih dan memiliki kesaktian juga. Sultan Hadirin tidak dapat berbuat banyak. Sultan Hadirin gugur dalam perkelahian tersebut.

Sayyid Ustman

Sedih bercampur sakit hati Ratu Kalinyamat, baru saja ia kehilangan kakak beserta istrinya, disusul dengan terbunuhnya Sultan Hadirin , suami yang sangat dicintainya, yang ketiganya terbunuh atas perbuatan seorang Arya Penangsang. Tetapi apa daya. Ia tak sanggup melawan Arya Penangsang yang jauh lebih sakti dari diri sendiri. Apalagi ketika dilihatnyakedua ke ponakannya, Semangkin den Prihatin yang masih kanak-kanak bermain - main, tak terbendung air matanya.

Seteleh ketentuan hari bagi seorang janda muslimah terpenuhi (masa 'iddah), pada suatu hari Ratu Kalinyamat mengadakan pertemuan . Pertemuan tersebut dihadiri oleh semua manggala Kadipaten, Wiratamtama, dan tidak ketinggalan penasihat kadipaten, Sayyid Ustman.

Dalam pertemuan tersebut dikemukakan niatnya untuk bertapa, memohon keadilan dari Gusti Allah Yang Maha Welas Asih, atas terbunuhnya kakak dan suaminya.Terutama atas terbunuhnya Sultan Hadirin, suaminya yang tidak mempunyai kesalahan apa pun terhadap Arya Penangsang. Setelah Arya Penangsang terbunuh, maka berakhirlah pertapaan Ratu Kalinyamat. Beliau meninggalkan tempat bertapanya, yaitu di lembah Bukit Donorojo, dukuh Sonder, desa Tulakan, kecamatan Donorojo, Jepara. 

Dua orang wiramanggala prajurit, seorang dayang dan penasihat Kadipaten, tidak ikut kembali ke Kadipaten Jepara. Keempatnya yeitu : Ki Suta Mangunjaya, Ki Leseh , Endang Kinasih dan Sayyid Ustman. Mereka tinggal, kecuali karena sudal tua dan sering sakit-sakitan, juga ditugasi oleh Ratu Kalinyamat untuk membuka lahan pemukiman baru dan membimbing penduduk yang sudah ada dalam menjalankan kehidupan yang lebih baik. Adapun kepada Sayyid Ustman, ditugaskan untuk mengembangkan agama Islam dan membimbing penduduk untuk beribadah dan menjalankan kehidupan sesuai dengan syari'at Islam,

Pada awalnya Sayyid Ustman mendirikan tempat beribadah sekaligus tempat mengaji, di dekat pertapaan Ratu Kalinyamat. Beberapa santri mengaji di tempat tersebut. Makin lama santri yang mengaji ditempat itu makin banyak, sehingga tidak memuat lagi karena tempatnya kecil dan sempit. Oleh karena itu tempat mengaji (langgar) tersebut dipindakkan ketempat lain yang lebih luas dan dibuatlah langgar yang lebih besar daripada langgar semula. Langgar yang ditinggalkan tersebut menjadi tidak terawat, lama kelamaan roboh dan bahan bangunannya berserakan. Kemudian orang menyebutnya: Masjid bubar.

Setelah beberapa tahun Sayyid Ustman memberiken pelajaran agama Islam kepada para santrinya dan santri-santri tergebut dipandang cukup dibekali dengan ilmu agama, maka diperintahkanlah kepada para santri tersebut untuk menyebar ke beberape tempat, untuk berdakwah menyebarkan agama Islam. Berangkatalah para santri tersebut melaksanakan tugasnya.

Adapun Sayyid Ustman sendiri, memilih tempat bermukim didekat pantai Laut Jawa. Sayyid Ustman memilih pemukiman yang teduh dan tenang. Dengan beberapa orang santri yang menyertainya, beliau membangun tempat tinggal sederhana ,yang disekitar tempat tersebut tumbuh beberapa pohon "Manyura" (pohon Beringin) yang rindang. Oleh karena beliau bermukim di tempat yang terdapat beberapa pohon Manyura itulah, kemudian beliau terkenal dengan sebutan : Sunan Manyuran.

Pantai didekat pemukiman Sunan Manyuran tersebut, sekarang dikenai dengan nama: Pantai Bayuran (Manyuran berubah menjadi Bayuran). Dari tempatnya bermukim tergebut Sayyid Ustman sering juga melaksanakan dakwah didaerah-daerah sekitarnya.Terutama meninjau santri-santri dahulunya yang telah banyak mendirikan surau-surau (langgar) tempat beribadah dan mengaji.

Beberapa tahun lamanya Sayyid Ustman bermukim di Manyuran, sampai wafat-nya dalam usia yang sangat tua. Pada waktu beliau sakit, menjelang wafatnya, beliau berwasiat kepada para santri nya apabila nanti beliau wafat, agar dimakamkan di sebuah pulau di seberang pantai Manyuran,yaitu : Pulau Mandalika.

Demikianlah, sesuai dengan wasiat beliau, Sayyid Ustman dimakamkan. Beliau diantar oleh berpuluh-puluk perahu yang memuat para santri dan para pentakziah dari berbagai daerah. Oleh karena beliau dimakamkan di Pulau Mandalika itulah, kemudian didalam riwayat para wali, Sayyid Ustman disebut dan dikenal dengan nama :" SUNAN MANYURAN", juga disebut : HAJI USTMAN MANDALIKA JEPARA.

.................ooO0Ooo................
Catatan : 

Tulisan ini merupakan adaptasi dari karya Mbah Soebekti Sahlan (alm.) yang dibukukan tanpa melalaui penerbit dan hanya disimpan di perpustakaan Desa Tulakan.

Posting Komentar